Mukaddimah

Minggu, 01 Maret 2009

Cerpen Anak Bangsa 2

Bayang-Bayang Cinta

“Huh.....!” desahku, kurebahkan diriku di atas kasur empuk. Aku begitu capek. “Huah...!” aku menguap untuk yang entah berapa kalinya. Kupejamkan mataku, depp! Sosok itu kembali muncul diangan-anganku dan menjadi penghantar tidurku.

Sosok itu, sosok yang tak seharusnya hadir, sosok yang tak boleh aku pikirkan. Aku takut, aku takut sekali. Mengapa Tuhan, mengapa Kau pertemukan kembali aku dan dia. Perotes hatiku.

Dia, dia yang dulunya sangat kucintai, dia yang dulunya mengisi bunga-bunga cinta di hatiku. Dia cinta pertamaku.

Kupandang foto pernikahanku, yang bertengker dengan manis, menghiasi sisi tempat tidurku. Terlihat betapa mesranya kami di foto ini. Oh Tuhan mengapa Kau uji cintaku?

Tiba-tiba. Dep...! Foto itu, foto itu berubah! ”Tidak...! tidak mungkin!” teriaku dan “Tar.....!” foto itu terjatuh dari tanganku.

Aku menangis sejadi-jadinya. Kuberharap air mata bisa mengurangi tekanan di hatiku. Masalah ini begitu sulit bagiku. Sulit! Sulit sekali!

“Oh...! Tuhan hilangkan banyangan itu, musnahkan sosok itu!” amukku.

Tuhan hanya Kaulah yang tahu, hanya Kaulah tuhan! Tuhan betapa aku sangat mencintainya, betapa aku masih mencintainya. Rasa ini terlalu kuat, persaan ini terlalu dalam, Tuhan aku mencintainya. Hatiku mulai berkata-kata membenarkan perasaan yang selama ini aku ingkari, perasaan yang selama ini ingin aku musnahkan.

Gak boleh....! Gak boleh! Aku ini seorang isteri, aku sudah punya suami! Mas Ri, Mas Ri aku mencintaimu, aku harus ingat itu. Kata bagian hatiku yang lain, mencoba menyadarkan diriku yang mulai melemah terhadap permainan hati.

Kembaliku pejamkan mata ini, ku perintahkan otakku untuk melukiskan wajah Mas Ri, wajah yang selalu tersenyum dan penuh semangat, wajahnya yang penuh cinta dan kelembutan.

“Mas Ri.....!, Masku.”

Dup....! Tiba-tiba! Ketika aku mulai kendur mengontrol otakku, ketika aku mulai melemah. Sosok itu, banyangan itu menyusup kembali. “Aku capek! Aku lelah!” aku mulai meringis.

Duh, otaku, hatiku, tolong dong mengerti, Roni itu temanku, dari dulu sampai sekarang. Dari ketemu, berpisah dan sekarang kami ketemu lagi. Dia itu temanku, kalau pun ada cinta, itu masa lalu, dan Mas Ri masa depan. Aku membuat perintah ke otakku, tolong dong otakku, delet file Roni dari seluruh sisi tubuhku, please!

“Mas Ri....., Mas Ri......, Mas Ri.....!” mulutku berkata, terus menerus mengulang-ulang kata itu. “Mas Ri, Mas Ri....., I love you. Mas Ri aku mencintaimu.” Mataku mulai terpejam tetapi mulutku terus saja berucap melafalkan nama itu, menasbihkan kalimat cintaku.

“Aku juga cinta padamu!” seseorang membisikan di telingaku.

Aku terbangun.

“Aku juga mencintaimu,” Kalimat itu di ulangi lagi, “Kamu kenapa sayang?” tanyanya sambil membelai rambutku.

“Mas Ri aku mencintaimu!” Jawabku. Aku memeluknya kuat, menciumi wajahnya dan air mata ini mengalir begitu saja.

Tentu saja hal ini membuat Mas Ri heran “Aku juga kok, cinta sama kamu, jangan nangis dong!” Ledeknya. “Hmmm...!, tapi kalau cinta kok, kok fotonya di berantakin gini?”

“Tapi aku benar-benar cinta sama Mas!” Aku mulai manja

“Ih, aku juga kok! Jawabnya sambil mencubit pipiku.


=//=//=//=//=//=//=//=//=


Author: Noni Lara Sestia S.Psi

Syair Kehidupan 2

Penghambaanku

Di tengah alunan peristirahatan sementaraku

Suasana hati ini bersunyi sepi merintih

Menyucurkan air kesedihan dosaku

Yang sekarang tergenang

Membanjiri sesalnya hamba

Sampai menenggelamkan masaku

Bersama kesia-siaan fana’ belaka

Dengan isyarat wajah dan tubuh ini aku mengabdi

Aroma keringat usaha kerasku mengalirkan darah-darah hina

Engkau sang pemberi nikmat ....

Maafkan aku dalam sujud dan do’aku

Ya Allah .... Pemilik Kesempurnaan

Tak pantas hambamu ini merenggut cahaya ampunan-Mu

Karunia hidayah-Mu menakjubkan kedua bola mataku

Menyentuh lembut lubuk sanubariku terdalam

Sejenak hentikan sayu isak tangisku

Segelintir anugerah kesempatan yang kau beri dari sedesah nafas

Memaksaku terus menyeru kalimat tauhid dan istighfar

Lailahaillallah - Astaghfirullah ....



Irama Nyanyian Qalbu

Aku bersantai merebahkan tubuh

Tepat di atas padang rumput gersang

Mata sayu dengan sorotan ke langit

Diriku terbuai dalam angan di alur awan yang berarak

Aku masuk ke dalam dunia khayal

Terbayang mengitari indahnya

Berhembus aroma wewangian

Semerbaknya taman hiasan hatiku

Aku hirup udara sejuk itu

Angin bertiup tenangkan daku

Menghilangkan duka risau

Yang terasa ada meski tak tampak

Aku melantunkan irama-irama merdu

Dalam suasana yang begitu padu

Sehingga tak disangka ....

Seketika ku terjaga dan bangkit

Aku pun bernyanyi tersenyum sipu

Berjalan menempuh hidupku lagi

Diiringi irama nyanyian qalbu ....

Selaras .... serasi .... yang terkenang bagiku



Detik Sunyi Penantianku

Perhatian ini tertuju ke depan

Goyangan kursi lapuk terasa jua

Bersamanya aku mengunci penantianku

Terhadap janji-janji kita dahulu

Kamu ....

Kuharap sedang menuju ke sini

Kamu ....

Kumohon datanglah kepadaku

Setibanya keluar sesosok dari jalan rumit itu

Sadarku tersentak

Ku kejar ia dengan tergesa

Ku ingin engkau yang ada

Sebaliknya .... surat sepucuk tersampaikan

Isinya menambah terkikisnya hatiku

Meluapkan air mataku ....

Dan aku pun kembali terduduk, kehilangan semangat sejenak

Engkau telah pergi

Engkau tega meninggalkanku sendiri

Apa pun yang terjadi

Detik sunyi tanpa dirimu bersamaku



Sesaat Sebelum Ramadhan

Bersedih kini ....

Hatiku, jiwaku, dan sekujur tubuhku

Tak tentram mengenang sayup-sayup silam

Kebenaran ini tak lagi tersembunyi

Segelintir peristiwa telah teralami ....

Bergerak .... berlalu menjadi bagian dari takdirku

Menyongsong esok bertepatan nisfu sya’ban

Hamba merasa bersalah, sungguh penuh akan hina

Hampir setahun sudah ....

Beberapa saudaraku mendahului diriku

Mereka lebih engkau cintai ya Robb ....

Berikan tempat terbaik untuk mereka

Tersentuh kembali ....

Qalbuku, batinku, dan seluruh panca inderaku

Mungkin karena usai sya’ban-Mu

Kelak menyapa mulianya ramadhan-Mu

Namun sesaat sebelum ramadhan

Perkenankan pintaku dalam do’aku

Khusyu’kan sujudku ketika sholatku

Naungilah kami ya Robb .... Lindungilah kami

Setelah semua harapku tadi

Masihkah boleh ku memohon?

Belas kasih cintamu, pasti!

Membuka pintu ampunan kepada sang petaubat renta ini ....


Pesan Menjelang Senja

Lenggok-lenggok batang pepohonan

Tiupan lembut angin

Membuatnya begitu nyaman

Sebagai isyarat masa berganti

Awan jingga diam sambil bergeming sesaat

Ia hendak bercerita ....

Menceritakan perintah untuknya!

Supaya kita berpikir ....

Mencari suatu makna ....

Yang belum disadari sepenuhnya!

Diamnya keadaan makhluk

Menandakan pesan yang tersirat

Sang matahari yang gagah

Turut bersembunyi ....

Patuh terhadap pamilik-Nya ....

Tanyakan dirimu!

Mengapa aku tidak seperti itu?

Begitu nyata kuasanya

Sangat jelas!

Dirasakan oleh mereka yang mau berusaha

Menemukan ridho-Nya ....

Sebelum senja usai ....

Mengutarakan syukurnya ....

Saat Bintang Bersinar

Di tengah keramahan suara-suara malam

Selaput kegelapan membutakan penglihatan

Membelalakkan mata pun takkan menembusnya

Semakin kehilangan arah

Oh .... diriku ....

Tak punya panduan maupun pegangan

Walau hanya untuk bersandar

Perlahan kulihat bayanganku

Gerangan apa di atas sana?

Bukankah langit juga gelap?

Dahsyat!

Banyak kelap-kelip bintang di sana

Dengannya aku bebas bergerak

Kusampaikan rinduku padamu

Sampaikanlah padanya ....

Aku yakin sekali

Dia kelak akan membalasnya

Kembali lagi padaku

Saat bintang bersinar

Menjadi karunia untuk kita

Senyum Di Embun Pagi

Kubuka jendela hati

Melepas semua keluh dan kesah

Pandangan yang samar

Kuacuhkan ....

Karena teringat pada-Mu

Sambil melapangkan rongga paru-paruku

Kupejamkan mata dalam bayangan wajahmu

Lalu kubuka kembali

Dengan tak sadar

Batin dan raga ini berekspresi

Melompat girang ....

Bernyanyi sendu ....

Memuji-Mu ....

Bersama senyum di embun pagi

Bermandikan pancaran sinar mentari

Kulanjutkan melangkah

Terlihat teman-temanku di sana

Menunggu hadirku

Dan menyambut juga dengan senyuman

Ingatlah ....

Engkau harus selalu siap

Memberikan permata kebaikanmu

Demi mereka yang menyayangimu



Kaidah Pelangi

Berlari sendiri menjauhi keramaian

Merasakan rayuan alam

Seperti membelai pikiranku

Di saat-saat sepi

Gunung itu dijaga awan yang mengelilinginya

Terasa olehku ....

Dia juga menikmati yang kurasakan

Melihat langit bagaikan payung bumi

Tiba-tiba .... muncul separuh lingkaran

Yang membusur dengan rona beragam warna

Tertegun .... melambatkan gerak sendi-sendi kakiku

Mencoba berhenti mengambil kaidah

Akan dahsyatnya dirimu

Menjadikan pelangi ini penuh makna

Warna merahmu .... menjadikan semangat di setiap nafasku

Warna jinggamu .... merobek semua sedih yang mengikatku

Warna hijaumu .... menandakan besarnya harapan kebahagiaan

Warna kuningmu .... berkilau terang meruntuhkan kegelapan

Warna ungumu .... berkaitan menyatukan makna perbedaan

Warna birumu .... nyata melindungi keindahan kasih sayang

Kaidah suci ini

Dekat berada di dalam benakku

Yang tahu tentang ketidakberdayaan diriku ....


Author by : @h_Maestro

Created by : Bayu Nugroho

Puisi

I LOVE U IBU

Ibu sungguh besar jasamu

Engkau lahirkan aku

Dengan mempertaruhkan nyawamu

Sungguh sangat banyak pengorbananmu

Ibu ……

Aku sangat mencitaimu dan menyayangimu

Ibu ……

Apa yang harus kulakukan untukmu?

Agar ku dapat membalas semua jasamu

Ibu ……

Engkau telah membesarkan ku dari kecil

Membimbing serta mendidik aku sejak lahir

Atas do’a restumu, aku akan berhasil

Ibu, aku akan terus menyayangimu sampai akhir

Author by : Bayu Nugroho

Mother

Senin, 23 Februari 2009

Cerpen Anak Bangsa

Ayah Ayah Pergi 2 Kali

Malam begitu gelap, senyap dan tenang. Ketika itu PLN sepertinya sedang bersahabat dengan lampu hingga bisa menyinari malam yang gelap. Jam dinding berdetak 2 kali menunjukkan pukul 02.00 pagi.

Arni begitu gelisah, hatinya was-was binti cemas. Dia sedang menunggu ibu dan adiknya yang belum pulang juga.

Tiba-tiba,”Tin…tin…!” terdengar suara kelekson dari luar rumah.Arni bangkit dan mengintip dari jendela,dilihatnya ibu dan adiknya.” Tin…tin…!” Klekson itu berulang lagi. Klekson dari sebuah Honda Astuti berwarna merah.

Arni membuka pintu, ibu langsung memeluknya. Arni gak ngerti,apa yang terjadi? tanya hatinya. Ditatapnya adiknya yang sedang memasukkan si merah nan tua. Dilihatnya raut wajah adiknya itu, begitu keruh. Dengan sabar dia menanti sebuah kejelasan tentang apa yang terjadi.

“Arni, ayah kamu sudah gak ada, sayang!” kata ibu sambil menangis. Dialihkannya pandangannya ke adiknya. Adiknya mengangguk.

Arni semakin tidak mengerti, bukankah ayahnya memang sudah tidak ada sejak 17 tahun yang lalu, ketika Arni berusia 2 tahun dan adiknya masih dalam kandungan ibunya. Arni melepaskan pelukkan ibunya dan bangkit menuju kamarnya.

#####

“Arni…Arni…,bangun sayang!” ibu membangunkan Arni pagi-pagi sekali. “Ayo kita pergi kerumah ayah, kamu siap-siap. Ibu tunggu dibawah!”

Kerumah ayah, kata-kata itu terulang-ulang di telinga Arni. Rumah ayah itu berarti dia harus bertemu dengan wanita itu. Wanita yang tidak layak disebut wanita. Wanita yang tidak punya naluri wanita dan wanita nista tepatnya.

“Tapi aku harus kesana,” gumam Arni. “Aku ingin lihat bagaimana laki-laki itu terbujur kaku.” Arni bangkit dari tempat tidurnya dan bersiap-siap.

#####

“Yasiiin…yasiiin…!” terdengar suara ibu-ibu sedang membacakan surat yasin! Ibu Arni masuk menuju ruangan tempat jasad laki-laki itu berada. Arni pun mengikuti langkah ibunya. Rumah ini begitu indah namun begitu asing kalau ku katakan, “Ini rumah ayahku?” gumam Arni.

Dub, mata Arni menuju kepada jasad itu, hatinya begitu teriris bak disayat sembilu.

“Mbak Ni, Mas Arman telah pergi Mbak, Mas Arman pergi, dia telah tinggalkan aku Mbak.” Kata wanita setengah baya itu sambil menumpahkan tangisnya dipelukkan ibu.

“Hm… dasar wanita manja,” kata Arni pelan. “Duh… ibu kok baik banget sih, kenapa Bu?. Apa ibu gak ngerasa tersakiti oleh wanita itu Bu!” Arni berkata-kata dalam hati. “Cih… kalau aku sih…!”

“Ayah kenapa sih kau begitu egois, apa salahku, kenapa kau meninggalkanku demi wanita itu? Apa kau tak sayang padaku?. Kenapa Yah? Kenapa?” Arni mulai menangis.

“Arni do’akan ayahmu, Nak, kamu harus sabar ya!” kata seorang wanita tua disebelah Arni. Wanita tua itu adalah kakak ayah. “Do’a anak selalu sampai. Do’amu akan menerangi jalan ayahmu nanti, sayang!” lanjut wanita itu.

Do’a! apa dia pantas menerima do’a dariku. Aku kan bukan anaknya. Kalau aku anaknya,dia pasti ada untukku, membesarkanku, bermain denganku, selalu jemput aku sekolah dan banyaklah, tapi dia enggak lakuin itu.Dia bukan ayahku, bukan ayahku dan aku bukan anaknya. Anaknya kan si Putri mentel sok jelita itu. Eh dimana dia?, batin Arni.

Arni menoleh kekanan ke kiri,mencari sosok cewek belia yang dijulukinya Putri mentel sok jelita. “Maaf Wak saya permisi mau ke belakang!” kata Arni kepada wanita tua disebelahnya dan tanpa menunggu persetujuan wanita tua itu Arni pergi begitu saja.

Arni mencari dari depan kebelakang, dari lorong masuk lorong, dari ruangan satu keruangan berikutnya hingga disuatu kamar yang pintunya terbuka. Eh nih dia cewek mentel sok jelita. Dasar anak gak berbakti, papanya mati kok dianya malah tidur-tiduran! batin Arni.

“Papa…maafkan Army ya…? Army dah bikin malu papa?” kata Army sambil memandangi photo papanya. Army menangis tersedu-sedu. “Papa…Army mau mati aja ya? Army gak bisa nanggung aib ini Pa?”.

Arni memandangi saudara tirinya dan tersenyum sinis. “Makanya jadi cewek jangan keganjenan, jadi gini deh, hamil!” kata Arni.

“Arni kamu dimana aja sih,ibu cara kok malah disisni.” Kata ibu dari belakang dan tentu aja membuat arni terkejut.

“Eh ibu, Bu sini deh? Ibu dah tau belum itu tuh cewek mentel sok jelita itu sekarang hamil,katanya sih ama suami orang.”

“Arni…!” bentak ibu

“Memang kata pepatah kalau air cucuran atap itu jatuhnya kepelimbahan juga. Dulu mamanya perebut suami orang, sekarang anaknya juga. Kayaknya cewek mentel sok jelita itu harus dibumi hanguskan deh sekarang juga, sebab kalau dia nanti ngelahirin, pasti deh kayak…”.

“Arni!” bentak ibu plak…, sebuah tamparan mendarat di wajah Arni.

“Ibu!”

“Cukup Arni, ibu gak nyangka kamu seburuk ini, apa salah ibu Arni!”

“Ibu…maafin Arni, Bu!” Arni mencium tangan ibunya.

“Ya Rabb…! Apa aku ini buruk sehingga aku punya anak yang berhati buruk?”

“Ibu,gak bu…! Ibu wanita yang berhati mulia, sangat mulia. Ibu mau berbagi dengan wanita lain Bu!” kata Arni.

“Arni… kalau begitu kamu bukan anak ibu, karena kamu tidak mempunyai hati mulia.”

“Ibu…!” Arni menangis.

“Ya…Arni, seperti yang kamu bilang tadi air cucuran atap jatuhnya kepelimbahan juga, kalau ibu berhati mulia kamu pasti juga, kalau ibu punya hati untuk memaafkan ayah pasti kamu juga.”

“Tapi Bu, ayahlah yang telah membuat saya seperti ini.” Arni berontak. “17 tahun Bu!, bibit ini ditanamkan oleh ayah.”

Ibu memandang Arni tajam.“Itu menandakan kalau kamu dibesarkan oleh ayahmu, bukan olehku,Arni!” kata ibu. “Karna ibu gak pernah menanam bibit kebencian dihatimu. Ibu membesarkanmu dengan kasih sayang, kamu tau itu kan?”

“Ibu?”

“Akuin Arni kalau kamu sangat sayang dengan ayahmu. Akuin Arni, kalau kamu ingin memeluk ayahmu. Ayo Arni, buang semua egomu! buang Arni! buang!” nasehat ibu.

“Ayah…! Ayah…! Ayah…!” Arni berlari menuju jasad ayahnya.

Arni memeluk, mencium tubuh laki-laki yang telah terbujur kaku. “Arni belum terlambat, selagi kau hidup kau masih punya waktu. Do’akan dia, sayang.” Wanita tua itu kembali menyuruh Arni berdo’a.

# SELESAI #

Author by : Noni Lara Sestia

Syair Kehidupan

Hikmah Di Balik Tulisanku

Merenung keadaan terhenti sekejap

Terpenuhi segala hal dan materi

Yang sentuhnya ingin kutuangkan

Mungkin ....

Engkau sulit untuk mengerti

Mungkin ....

Terlalu lama tak terbocorkan bagi kalian

Tentang rahasia ini ....

Sampai tiba kurasakan

Kepalaku seperti tertusuk jarum-jarum kebosanan

Urat sarafku bagaikan putus ditebas kepiluan

Rongga nafasku berdesah melambat

Tubuh renta yang ku sanggah mulai merapuh layu

Sehingga tak kuat lagi untuk berkelana

Namun rasa cinta masih mengalir deras

Di dalam sungai cintaku yang bermuara kepada-Mu

Jika kelak kutinggalkan dunia ini

Berikanlah jalan khusnul khotimah ya Allah ....

Dan kuharap mereka tak bersedih untukku

Mereka tak kecewa akan kepergianku

Tetapi ....

Yang kumau hanyalah satu satu

Yaitu rawut wajah yang tersenyum ikhlas

Tanpa penyesalan sedikit pun

Goresan tinta yang tertulis di sini

Tak akan bermakna apabila tidak mendapat ridho-Mu

Juga tidak akan sempurna

Kecuali hikmahnya terwujud

Sebagai perhiasan hidupmu, saudaraku

Menuju kebahagiaan yang sebenar-benarnya ....

Yang nyata kelak di sana

Bersama-Nya dan selama-lamanya


Hidupmu Adalah Kesempatanmu

Saat hiduplah kita dapat memberi manfaat baik

Janganlah pikiran menganggap masih ada hari esok

Jika mampu berbuat sekarang, lakukanlah saudara!

Nafas kian habis, kulit akan keriput, kuat pasti melemah, hidup kelak mati,

Sempat berganti sempit, waktu takkan pernah kembali

Ketika dunia menipumu

Hingga membawamu pada hari yang penuh penyesalan

Kau tak sanggup lagi berdalih

Hanya air mata sia-sia tercucur tanpa ada hentinya

Sadarilah! " Maha Pengampun, fìÀZ¿ Pelindung Ummat Islam,

Berpedoman pada Al-Qur’an, Mari kita jalani takdir suci kita!

Kembalilah pada fitrahmu!



Sampaikah Aku?

Gemerisik getar-getar sayup kehidupan

Cerah mengundang lelah yang datang bersama malam

Sekian ragam rasa terarungi di sini

Di lembah semu beralas keluh

Peluang terbuang telah berlalu

Hadirku kini berupaya kelak bisa senang

Walau hasilnya tak sejati

Pikiranku menolak hatiku

Aliran darah dan helaan nafas mendesak

Jasad bernyawa ini hampir rapuh dan patah

Sebab sungguh tak mampu melawan

Melawan apa?

Melawan kebosanan rumitnya dunia

Mulai mencari makna yang ada

Dalam wahana ini yang kelak akan tiada

Meraih senyuman seakan kutukan

Rona kebahagiaan samar seolah luput dari kepalan

Hentak telapak kedua kaki ingin berakhir

Sehingga syurga itu

Kupungkiri, tapi ku menoleh lagi

Syurga itu merayu memanggilku kembali

Isak tangis air mata tak hanya menyentuh wajah

Bahkan hati pun tergetarkan .... hah

Ehm .... ehm .... ehm .... ehm ....

Sedih ini membuatku terbanjiri oleh air mataku sendiri

Mengalirlah ia menuju syurga itu

Namun diriku tak berdaya menyusul

Sampaikah aku?

Tuhan .... Lihatlah hamba ....

Tuhan .... Tuntunlah hamba ....

Hati, Labirin dan Dinamika Hidup Manusia

Pintu besar cerminan hati terpampang

Usai kudaki gerigi-gerigi tanpa batinku

Dag ....!!!! pintu itu pun tumbang

Wah .... gulita sekali tempat ini

Suara lantang menggema!

Hei .... pemilik hati

Inilah hatimu

Perlahan pasti berwujudlah jalur-jalur berliku

Tikungannya lambat laun membingungkan

Membawa nurani kecilku tertekan

Seiring goncangan keras

Dinamika hidup manusia

Tergolek ke kanan dan ke kiri

Dihempas ke segala sisi

Tergelincir kencang ke pusat labirin yang curam

Aku tersangkut!

Oh .... tidak .... bukan tersangkut

Aku tertolong melalui mereka

Mereka semua yang menganggapku bermakna

Jariku, raih mereka!

Ayo .... gapai kepercayaannya

Perjuangkan ia!

Perjuangkan hingga keluar dari sini

Menuju keridhoan Illahi

Yang terikat ukhuwah islami

Perkenankan ampunan-Mu, ya Robbi ....

Author by : @h_Maestro

Created by : Bayu Nugroho

MMS (Madrasah Menuju Sarjana)

5 Hal Yang Terabaikan Oleh Sarjanawan IAIN:

  1. Kemampuan dalam penguasaan bahasa Arab
  2. Melatih diri untuk terbiasa menulis karya nyata
  3. Membuat usaha / kewirausahaan
  4. Hanya bangga mengajar dalam lokal / less private dan tidak mau untuk mengadakan pentrainingan / pelatihan di luar
  5. Kesehatan fisik / jasmaniah

By : Al-Ustadz Sofyan

At : Madrasah Menuju Sarjana (MMS)

LDK Al-Izzah IAIN-SU

Sadar

Sadar

Dalam diam selalu teringat

Akan sesuatu yang mulai memudar

Dalam sepi selalu tersadar

Akan sesuatu yang mulai menjauh

Hoo ....uwo .... hoo ....

Hoo ....uwo .... hoo ....

Kusadari bahwa imanku telah memudar

Kusadari bahwa cintaku telah menjauh

Ya Allah .... bukakan pintu hatiku

Agar dapat selalu ingat pada-Mu

Tuhanku .... jangan engkau menjauh

Karena aku tahu akulah yang melupakan-Mu

Judul : Sadar

Munsyid : Nabwah

Album : Muhasabah

Cipta : Bayu Nugroho

Jumat, 23 Januari 2009

Ta'aruf

“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S Al-Hujurat:13)