Mukaddimah

Senin, 23 Februari 2009

Cerpen Anak Bangsa

Ayah Ayah Pergi 2 Kali

Malam begitu gelap, senyap dan tenang. Ketika itu PLN sepertinya sedang bersahabat dengan lampu hingga bisa menyinari malam yang gelap. Jam dinding berdetak 2 kali menunjukkan pukul 02.00 pagi.

Arni begitu gelisah, hatinya was-was binti cemas. Dia sedang menunggu ibu dan adiknya yang belum pulang juga.

Tiba-tiba,”Tin…tin…!” terdengar suara kelekson dari luar rumah.Arni bangkit dan mengintip dari jendela,dilihatnya ibu dan adiknya.” Tin…tin…!” Klekson itu berulang lagi. Klekson dari sebuah Honda Astuti berwarna merah.

Arni membuka pintu, ibu langsung memeluknya. Arni gak ngerti,apa yang terjadi? tanya hatinya. Ditatapnya adiknya yang sedang memasukkan si merah nan tua. Dilihatnya raut wajah adiknya itu, begitu keruh. Dengan sabar dia menanti sebuah kejelasan tentang apa yang terjadi.

“Arni, ayah kamu sudah gak ada, sayang!” kata ibu sambil menangis. Dialihkannya pandangannya ke adiknya. Adiknya mengangguk.

Arni semakin tidak mengerti, bukankah ayahnya memang sudah tidak ada sejak 17 tahun yang lalu, ketika Arni berusia 2 tahun dan adiknya masih dalam kandungan ibunya. Arni melepaskan pelukkan ibunya dan bangkit menuju kamarnya.

#####

“Arni…Arni…,bangun sayang!” ibu membangunkan Arni pagi-pagi sekali. “Ayo kita pergi kerumah ayah, kamu siap-siap. Ibu tunggu dibawah!”

Kerumah ayah, kata-kata itu terulang-ulang di telinga Arni. Rumah ayah itu berarti dia harus bertemu dengan wanita itu. Wanita yang tidak layak disebut wanita. Wanita yang tidak punya naluri wanita dan wanita nista tepatnya.

“Tapi aku harus kesana,” gumam Arni. “Aku ingin lihat bagaimana laki-laki itu terbujur kaku.” Arni bangkit dari tempat tidurnya dan bersiap-siap.

#####

“Yasiiin…yasiiin…!” terdengar suara ibu-ibu sedang membacakan surat yasin! Ibu Arni masuk menuju ruangan tempat jasad laki-laki itu berada. Arni pun mengikuti langkah ibunya. Rumah ini begitu indah namun begitu asing kalau ku katakan, “Ini rumah ayahku?” gumam Arni.

Dub, mata Arni menuju kepada jasad itu, hatinya begitu teriris bak disayat sembilu.

“Mbak Ni, Mas Arman telah pergi Mbak, Mas Arman pergi, dia telah tinggalkan aku Mbak.” Kata wanita setengah baya itu sambil menumpahkan tangisnya dipelukkan ibu.

“Hm… dasar wanita manja,” kata Arni pelan. “Duh… ibu kok baik banget sih, kenapa Bu?. Apa ibu gak ngerasa tersakiti oleh wanita itu Bu!” Arni berkata-kata dalam hati. “Cih… kalau aku sih…!”

“Ayah kenapa sih kau begitu egois, apa salahku, kenapa kau meninggalkanku demi wanita itu? Apa kau tak sayang padaku?. Kenapa Yah? Kenapa?” Arni mulai menangis.

“Arni do’akan ayahmu, Nak, kamu harus sabar ya!” kata seorang wanita tua disebelah Arni. Wanita tua itu adalah kakak ayah. “Do’a anak selalu sampai. Do’amu akan menerangi jalan ayahmu nanti, sayang!” lanjut wanita itu.

Do’a! apa dia pantas menerima do’a dariku. Aku kan bukan anaknya. Kalau aku anaknya,dia pasti ada untukku, membesarkanku, bermain denganku, selalu jemput aku sekolah dan banyaklah, tapi dia enggak lakuin itu.Dia bukan ayahku, bukan ayahku dan aku bukan anaknya. Anaknya kan si Putri mentel sok jelita itu. Eh dimana dia?, batin Arni.

Arni menoleh kekanan ke kiri,mencari sosok cewek belia yang dijulukinya Putri mentel sok jelita. “Maaf Wak saya permisi mau ke belakang!” kata Arni kepada wanita tua disebelahnya dan tanpa menunggu persetujuan wanita tua itu Arni pergi begitu saja.

Arni mencari dari depan kebelakang, dari lorong masuk lorong, dari ruangan satu keruangan berikutnya hingga disuatu kamar yang pintunya terbuka. Eh nih dia cewek mentel sok jelita. Dasar anak gak berbakti, papanya mati kok dianya malah tidur-tiduran! batin Arni.

“Papa…maafkan Army ya…? Army dah bikin malu papa?” kata Army sambil memandangi photo papanya. Army menangis tersedu-sedu. “Papa…Army mau mati aja ya? Army gak bisa nanggung aib ini Pa?”.

Arni memandangi saudara tirinya dan tersenyum sinis. “Makanya jadi cewek jangan keganjenan, jadi gini deh, hamil!” kata Arni.

“Arni kamu dimana aja sih,ibu cara kok malah disisni.” Kata ibu dari belakang dan tentu aja membuat arni terkejut.

“Eh ibu, Bu sini deh? Ibu dah tau belum itu tuh cewek mentel sok jelita itu sekarang hamil,katanya sih ama suami orang.”

“Arni…!” bentak ibu

“Memang kata pepatah kalau air cucuran atap itu jatuhnya kepelimbahan juga. Dulu mamanya perebut suami orang, sekarang anaknya juga. Kayaknya cewek mentel sok jelita itu harus dibumi hanguskan deh sekarang juga, sebab kalau dia nanti ngelahirin, pasti deh kayak…”.

“Arni!” bentak ibu plak…, sebuah tamparan mendarat di wajah Arni.

“Ibu!”

“Cukup Arni, ibu gak nyangka kamu seburuk ini, apa salah ibu Arni!”

“Ibu…maafin Arni, Bu!” Arni mencium tangan ibunya.

“Ya Rabb…! Apa aku ini buruk sehingga aku punya anak yang berhati buruk?”

“Ibu,gak bu…! Ibu wanita yang berhati mulia, sangat mulia. Ibu mau berbagi dengan wanita lain Bu!” kata Arni.

“Arni… kalau begitu kamu bukan anak ibu, karena kamu tidak mempunyai hati mulia.”

“Ibu…!” Arni menangis.

“Ya…Arni, seperti yang kamu bilang tadi air cucuran atap jatuhnya kepelimbahan juga, kalau ibu berhati mulia kamu pasti juga, kalau ibu punya hati untuk memaafkan ayah pasti kamu juga.”

“Tapi Bu, ayahlah yang telah membuat saya seperti ini.” Arni berontak. “17 tahun Bu!, bibit ini ditanamkan oleh ayah.”

Ibu memandang Arni tajam.“Itu menandakan kalau kamu dibesarkan oleh ayahmu, bukan olehku,Arni!” kata ibu. “Karna ibu gak pernah menanam bibit kebencian dihatimu. Ibu membesarkanmu dengan kasih sayang, kamu tau itu kan?”

“Ibu?”

“Akuin Arni kalau kamu sangat sayang dengan ayahmu. Akuin Arni, kalau kamu ingin memeluk ayahmu. Ayo Arni, buang semua egomu! buang Arni! buang!” nasehat ibu.

“Ayah…! Ayah…! Ayah…!” Arni berlari menuju jasad ayahnya.

Arni memeluk, mencium tubuh laki-laki yang telah terbujur kaku. “Arni belum terlambat, selagi kau hidup kau masih punya waktu. Do’akan dia, sayang.” Wanita tua itu kembali menyuruh Arni berdo’a.

# SELESAI #

Author by : Noni Lara Sestia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar